Sabtu, 20 Oktober 2012

Akankah Islam selalu Fait Accompli ?

“Fit accompli means: Something that has already happened and is thus unlikely to be reversed. It’s a unfair negotiation tactic often used by large companies to dominate smaller ones.”


“Yakni suatu tindakan taktik memojokkan, sehingga sang lawan tidak mau tidak harus menerima atau melakukan suatu hal yang menyebabkan kerugian pasti di pihak lawan tersebut.


Sebagaimana seseorang yang terus diejek dan dilecehkan ditempat yang ia tak mampu menghindar. Ia mengalami FAIT ACCOMPLI, antara menerima dengan pasrah ejekan itu atau akan memukul sang pengejek yang menyebabkan ia harus berurusan dengan polisi karena telah melakukan tindakan melukai orang lain, sedang yang memprovokasi berada dipihak penuntut dan diuntungkan oleh media, dan akhirnya menang dipengadilan karena telah diperlakukan kasar oleh lawannya.


Sayangnya kaum muslimin sering mengalami FAIT ACCOMPLI ini, bagaikan buah simalakama: bertindak salah, tak bertindak juga salah.


Pada decade ini terkenal dengan Salman Rushdi dengan “Satanic Verses” nya, Lars Vilks serta Kurt Wastergaard dengan karikatur “sampah”nya, Geert Wilders dengan film “Fitna” nya, dan kini Sam Bacile dengan film “Innocence of Muslimnya”.


Semua isinya identik, yakni “penghinaan kepada Nabi Muhammad” yang sama dan dengan alasan yang sama pula, yakni :”demi kebebasan menyatakan pendapat” yang sudah diperalat sedemikian rupa dan tendensius.


Musuh- musuh Islam sangat tahu bahwa bila Nabi Ummat Islam di ejek, tak mungkin kaum muslimin mengejek balik Nabi mereka karena bagi muslimin, Nabi para penista Islam, adalah juga Nabi kaum muslimin yang wajib dihormati, sehingga tindakan kaum muslimin sudah bisa ditebak dan diperkirakan, yakni hanya akan (diharapkan) marah disusul dengan tindakan bersifat anarkis. Justru ini yang diharapkan mereka dengan tembakan susulan: ”Terbukti kaum muslimin suka kekerasan, anarkis dan anti demokrasi”.


Sesungguhnya Negara- Negara pengusung demokrasi yang kebablasan tersebut tidak akan cukup terusik dengan demo demo yang kita lakukan, semua demo hanya sekedar gigitan nyamuk yang menyebabkan mereka berhak untuk menepuk sang nyamuk sampai mampus.


Namun sebenarnya mereka akan kecut jika bukan demo yang kita lakukan, namun produk- produk terpilih mereka yang kita boikot dengan konsisten dengan jangka waktu tertentu, misal satu bulan. Apalagi menghadapi kaum muslimin yang 2 milyar, menghadapi Singapura dengan Chewing Gum Ban (larangan makan permen karet yang diiundangkan pada tahun 1992) Amerika kalang kabut, padahal penduduk Singapura hanya sekian juta jiwa, sehingga George W. Bush pada tahun 2003 pada US- Singapore Trade Zone perlu turun tangan membahasnya dengan Perdana Menteri Singapura.


Ketika Jylland Posten memposting karikatur penghinaan, di Emirat Arab tidak ada demo, namun semua produk COKELAT DENMARK dan dari Eropa lainnya tiba- tiba hilang dari pasar- pasar swalayan atas perintah Amir. Kontan pemerintah Denmark beserta konco- konconya kalang kabut. 


Kita juga boleh meminjam gerakan SWADESHI Mahatma Gandhi dari India yang memboikot produk- produk dari England sehingga pabrik- pabrik Inggris terpaksa tutup karena gudangya penuh dan tidak laku, sehingga akhirnya Britania Raya hengkang dari India tanpa perlawanan, karena tujuan penjajahan Inggris yang utama adalah menjual produk ketanah jajahan.


Masalahnya siapa yang mau memulai dan memiliki otoritas kuat untuk mengumandangkan BOIKOT?



Dari berbagai Sumber

Masukkan Email Anda untuk Langganan Artikel:

Delivered by FeedBurner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda, jika anda suka silahkan bagikan ke teman anda baik di FB, Twitter ataupun G+ dan media sosial lainnya.