Rabu, 10 Oktober 2012

Cintaku Tak Seluas Daun Kelor

Di tengah malam yang temaram bak lentera berhias alur garis kehidupan penuh makna, rasa hati ingin membuka lembaran yang pernah ku tulis dengan tinta dan goresan makna cinta. Kenangan terindah ketika memadu cinta pada orang terkasih, meski kadang cinta itu ‘terlantar’ tanpa sang penggembala cinta.

Masa lalu cintaku yang penuh rona ‘merah’ yang menyala, menyulut setiap asa yang semakin membuncah tak terperi. Semakin luas aral melintang, maka asa tertantang untuk menerjal aral yang menghadang tanpa ampun.
Semasa SMA dulu rasa itu semakin mantap, hati ini ingin belajar sepenuhnya mencintai. Tanpa pamrih, siap dicintai, siap berkorban juga siap ditinggalkan. Andai bisa memilih saya hanya ingin mencintai, dicintai dan berkorban tanpa harus jadi korban dan ditinggalkan.

Entah ‘setan’ cinta apa yang merasuki hati ini, begitu mantap meski tahu ia tak sepenuhnya memperhatikanku. Suatu ketika kami sedang berjalan-jalan melepas penat di sore hari, ternyata ada orang ketiga dan membuatku terkejut bak disambar petir. Ia begitu akrab dengannya.

Mungkin rasa cinta ini yang membuat buta, sehingga orang yang mendekatinya saya anggap ia adalah pacarnya. Tapi saya kira itu adalah rasa yang wajar, kadang hati ini pun bingung seolah-olah ia mulai menggantungkanku tanpa status yang jelas. Siapa sih yang terima ketika cintanya diduakan atau bahkan ditinggalkan oleh sang gembalanya.

Hati memang tidak bisa dibohongi, nurani sejatinya murni jujur tanpa ada yang ditutupi. Hati ini akan tetap terus mencintai yang ia kasihi, meski tersayat seperih apapun. Sampai suatu ketika, saya coba untuk memancing dia menanyakan bagaimana perasaan dia terhadap hati yang gersang ini. Dan coba mengetahui siapa gerangan pujaan sejati hatinya.

Ia pernah bercerita kalau ia sedang menjalin kasih dengan perwira, remuk redam rasanya hati ini. Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi, cintaku ditinggalkan sang penggembalanya. Tak bisa dibohongi asa ini telah meredup seolah sang mentari tak mau lagi menyinari. Hampa tak bermakna, bagai seekor merpati yang ditinggal mati pasangannya.

Namun aku harus bangkit, cintaku tak seluas daun kelor banyak pelabuhan yang siap untuk ditautkan dengan jangkar-jangkar cintaku.

Masukkan Email Anda untuk Langganan Artikel:

Delivered by FeedBurner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda, jika anda suka silahkan bagikan ke teman anda baik di FB, Twitter ataupun G+ dan media sosial lainnya.